Weburic – Selama ini kita kerap mendengar bahwa manusia lebih memahami luar angkasa dibandingkan dengan lautan di planet sendiri. Pernyataan itu tampaknya dibuktikan lewat studi terbaru yang menunjukkan betapa sedikitnya bagian dasar laut yang berhasil dijelajahi sejauh ini.
Dilansir dari Science Advances pada 7 Mei 2025, studi tersebut mengungkap bahwa secara visual, manusia baru berhasil menjelajahi sekitar 0,0001 persen dari wilayah laut dalam—khususnya di bawah zona bentik atau laut yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter.
Jika digambarkan, area yang sudah dijelajahi itu hanya sedikit lebih luas dari negara bagian kecil seperti Rhode Island di AS. Padahal, rata-rata kedalaman laut mencapai sekitar 12.080 kaki (lebih dari 3.600 meter), menunjukkan betapa luas dan belum terjamahnya wilayah bawah laut.
Perlu Waktu 100.000 Tahun untuk Eksplorasi Penuh
Mengutip dari Popsci pada Sabtu (10/5/2025), tim dari Ocean Discovery League menghitung bahwa jika ada 1.000 kendaraan bawah laut—baik yang dikendalikan secara langsung maupun dari jarak jauh—dan masing-masing bisa menjelajah sejauh 3 km per hari, maka diperlukan waktu lebih dari 100.000 tahun untuk mengeksplorasi seluruh dasar laut.
Namun, tantangan eksplorasi laut dalam tidak berhenti di waktu saja. Kendaraan yang mampu menjangkau laut dalam juga sangat terbatas. Saat ini, hanya sekitar 10 unit kendaraan bawah laut yang aktif dan tersertifikasi untuk menyelami kedalaman ekstrem tersebut.
Temuan ini memperlihatkan betapa masih banyak misteri yang tersembunyi di bawah permukaan laut dan betapa besar tantangan teknologi serta sumber daya yang dibutuhkan untuk mengungkapnya.
Eksplorasi Laut Dalam Didominasi 5 Negara, Data Global Masih Minim dan Tidak Merata
Meski eksplorasi laut dalam terus dilakukan, data yang berhasil dikumpulkan hingga kini masih sangat terbatas dan belum merepresentasikan kondisi global secara merata. Dalam studi terbaru yang diterbitkan di Science Advances pada 7 Mei 2025, para ilmuwan menganalisis data dari 43.681 ekspedisi kapal selam yang dilakukan oleh 14 negara.
Namun, hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas ekspedisi laut dalam hanya dilakukan di wilayah ekonomi eksklusif (ZEE) milik lima negara utama: Amerika Serikat, Jepang, Selandia Baru, Prancis, dan Jerman.
Kelima negara tersebut menyumbang 97,2 persen dari seluruh penyelaman laut dalam yang pernah dilakukan. Ketimpangan ini menciptakan celah besar dalam pemahaman ekosistem laut dalam secara komprehensif dan menyeluruh.
Para peneliti menilai dominasi eksplorasi di wilayah-wilayah tertentu ini sebagai hambatan signifikan. Untuk mendapatkan gambaran utuh tentang kondisi dan keanekaragaman hayati di dasar laut, perlu adanya perluasan wilayah eksplorasi, khususnya ke area yang selama ini belum tersentuh atau jarang dijelajahi.
Studi ini juga menjadi seruan untuk kolaborasi global yang lebih luas, agar eksplorasi laut dalam tidak hanya bergantung pada negara-negara dengan teknologi canggih saja, tetapi juga melibatkan komunitas ilmiah internasional guna mengungkap misteri samudra yang masih tersembunyi.
Eksplorasi Laut Masih Tertinggal Jauh Dibanding Antariksa

Meski 70 persen permukaan Bumi tertutup oleh lautan, sejauh ini baru sekitar 26,1 persen dasar laut yang berhasil dipetakan dengan teknologi resolusi tinggi, menurut data terbaru dari NOAA per Juni 2024. Angka ini menunjukkan betapa luasnya wilayah laut yang masih menjadi misteri bagi manusia.
Untuk wilayah perairan Amerika Serikat, pemetaan dasar laut memang lebih maju, yakni telah mencapai sekitar 54 persen. Namun, secara global, eksplorasi laut masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan eksplorasi luar angkasa.
Selain wilayahnya yang luas dan sulit dijangkau, lautan menyimpan kekayaan biodiversitas yang luar biasa. Para ilmuwan memperkirakan terdapat antara 700 ribu hingga 1 juta spesies laut, tetapi baru sekitar sepertiganya yang berhasil diidentifikasi. Ini belum termasuk jutaan jenis mikroorganisme yang hidup di laut dan masih menunggu untuk ditemukan dan dipelajari.
Tantangan eksplorasi laut dalam sangat kompleks. Selain kondisi fisik ekstrem seperti tekanan air tinggi dan kegelapan total, proses ini juga memerlukan teknologi canggih dan biaya besar. Akibatnya, eksplorasi laut kalah jauh dibanding eksplorasi luar angkasa.
Sebagai gambaran, sepanjang tahun 2024 tercatat lebih dari 2.800 peluncuran ke luar angkasa, sedangkan jumlah ekspedisi laut dalam bisa dihitung dengan jari. Fakta ini memperkuat anggapan bahwa manusia saat ini lebih mengenal luar angkasa daripada dasar lautnya sendiri.
Dengan semakin meningkatnya ancaman perubahan iklim dan pentingnya laut dalam menjaga keseimbangan ekosistem global, para ilmuwan pun menekankan pentingnya investasi lebih besar dan kolaborasi internasional untuk mendorong eksplorasi laut yang lebih luas dan inklusif.